Showing posts with label tentang agama. Show all posts
Showing posts with label tentang agama. Show all posts
~ Terapi Agar Tidak Marah ~

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:

1. Membaca Isti'adzah (doa mohon perlindungan) dari syaitan yang terlaknat. Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurd radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci.

Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang.

Baginda s.a.w bersabda, "Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, nescaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan:
A'udzu billahi minasy syaithanir rajiim, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya."

[HR. al-Bukhari no. 3282, Muslim no. 2610]

Hadits ini sama makna dengan firman Allah azza wajalla yang ertinya,

"Dan jika syaitan datang menggodamu, maka berlindung lah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui."

[QS.al-A'raf/7:200]

2. Mengambil air wudhu

Dari Athiyah as-Sa'di radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya amarah itu dari syaitan dan syaitan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu. [4]

3. Menahan diri dengan diam

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, baginda bersabda, "Barangsiapa marah, hendaknya diam (dulu)."

[HR. Ahmad no. 2029]

4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring

Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi marahnya, hendaknya ia berbaring."

[HR. Ahmad no. 2038]

5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amarah yang akan dijauhkan dari taufik.

Dari Mu'adz radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Barangsiapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan."

[HR. at-Tirmidzi no. 1944]
Bismillahirrahmnirrahiim..
Assalamu'alaikum ..
Selamat malam...

~ Terapi Agar Tidak Marah ~

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:

1. Membaca Isti'adzah (doa mohon perlindungan) dari syaitan yang terlaknat. Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurd radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci.

Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang.

Baginda s.a.w bersabda, "Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, nescaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan:
A'udzu billahi minasy syaithanir rajiim, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya."

[HR. al-Bukhari no. 3282, Muslim no. 2610]

Hadits ini sama makna dengan firman Allah azza wajalla yang ertinya,

"Dan jika syaitan datang menggodamu, maka berlindung lah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui."

[QS.al-A'raf/7:200]

2. Mengambil air wudhu

Dari Athiyah as-Sa'di radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya amarah itu dari  syaitan dan syaitan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu. [4]

3. Menahan diri dengan diam

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, baginda bersabda, "Barangsiapa marah, hendaknya diam (dulu)."

[HR. Ahmad no. 2029]

4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring

Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 

"Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi marahnya, hendaknya ia berbaring."

[HR. Ahmad no. 2038]

5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amarah yang akan dijauhkan dari taufik.

Dari Mu'adz radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 

"Barangsiapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan."

[HR. at-Tirmidzi no. 1944]

ketenangan mu

DI MANAKAH HENDAK DICARI KETENANGAN HAKIKI?
Prof Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin
(sertai facebook DrMAZA.com
atau email drmaza71@gmail.com)

Seseorang bertanya bagaimanakah beliau dapat mencari kebahagiaan yang hakiki dalam menghadapi hidup yang mencabar. Apakah itu sakinah dalam kehidupan?

Sebenarnya, saya sendiri gerun untuk menjawabnya kerana ketenangan dan ketenteraman jiwa yang sebenar tidak boleh sesiapa pun berikan melainkan hanya Allah. Hanya insan-insan yang benar-benar mendampingi diri kepada Allah akan menikmatinya. Saya juga seperti yang bertanya, berusaha mencari dan ingin memperolehinya.

Saya merenung kata-kata al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (meninggal 751H) dalam kitab kerohaniannya yang terkenal ‘Madarij al-Salikin’. Suatu kata-kata yang terbit dari ilmu dan pengalaman kerohanian yang dalam. Kata beliau:
“Dalam jantung hati ada keserabutan yang tidak dapat dibersihkan melainkan dengan mengadap Allah, padanya ada kesunyian yang tidak dapat dihilangkan melainkan perdampingan dengan Allah, padanya ada dukacita yang tidak dapat ditanggalkan kecuali dengan kegembiraan mengenali Allah dan ketulusan berhubungan denganNya, padanya ada kegusaran yang tidak ditenangkan melainkan bersama Allah dan kembali kepadaNya, padanya ada api kedukaan yang tidak dapat dipadamkan melainkan redha dengan perintah, larangan dan ketentuan Allah, menghayati kesabaran sehingga bertemuNya, padanya ada kefakiran yang tidak dapat ditampung melainkan dengan cinta dan penyerahan diri kepada Allah, sentiasa mengingatiNya, keikhlasan yang benar kepadaNya”.
http://drmaza.com/home/wp-content/sand_clock1.JPG
Penawar
Itulah penawar bagi jantung hati insan. Itu ubat bagi nurani insan. Dunia dan segala isinya tidak akan dapat membawa kebahagiaan ke dalam sanubari insani, jika insan itu tidak mengenali Allah, mendampingiNya, memohon daripadaNya, merintih dan menangis di hadapan kebesaranNya. Insan telah mencuba pelbagai perkara dalam kehidupan, tetapi mereka tetap gagal menemui sakinah, kebahagian dan ketenangan yang hakiki selagi mereka tidak kembali menyerah jiwa raga, ruh dan jasad tunduk dalam sedu dan syahdu mengingati dan bertawakkal kepada Allah.
Manusia mungkin boleh menawarkan harta, wanita dan kuasa, namun belum tentu bersamanya bahagia. Justeru, seorang yang tinggal dalam rumah yang indah dan mewah, belum tentu lebih bahagia dan tenteram jiwa dari seorang yang tinggal di rumah yang usang dan buruk. Seorang wanita yang bersuami orang kaya belum tentu lebih bahagia dari seorang wanita yang bersuami lelaki biasa. Seorang yang beristeri cantik, belum tentu lebih bahagia dari yang beristeri tidak seberapa. Bahkan yang dihidangkan makanan lazat, belum tentu dapat menikmatinya melebihi seorang yang hanya dihidang makanan kebanyakan. Maka, jangan hairan jika negara-negara maju dan kaya seperti Perancis, Germany, Jepun, Austria peratusan rakyat mereka yang membunuh diri tinggi. Kebahagiaan bukan soal harta, tetapi soal jiwa insani yang kahausan kasih dan cinta ilahi.
Al-Quran dan al-Sunnah membimbing insan dalam mencari kebahagian yang hakiki ini. Allah menyebut: (maksudnya)
“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepada satu nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan yang menjadi penawar bagi apa (penyakit-penyakit) yang ada dalam dada kamu, dan juga menjadi petunjuk serta membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Surah Yunus, 57).
Nabi s.a.w pula menyebut:
“Sesiapa yang akhirat itu tujuan utamanya, maka Allah jadikan kekayaannya dalam jiwanya. Allah mudahkan segala urusannya dan dunia akan datang kepadanya dengan hina (iaitu dalam keadaan dirinya mulia). Sesiapa yang menjadikan dunia itu tujuan utamanya, maka Allah akan letakkan kefakirannya antara kedua matanya. Allah cerai beraikan urusannya, dan dunia pula tidak datang kepadanya melainkan dengan apa yang ditakdirkan untuknya (iaitu dalam keadaan dirinya hina)”. (Riwayat al-Tirmizi, dinilai hasan oleh al-Albani).
Sakinah
Mengetahui agama belum tentu menjadikan seseorang mendekatkan diri kepada Allah. Betapa banyak insan yang memakai pelbagai gelaran agama, namun mereka gagal mendampingkan diri kepada Allah. Maka, untuk mencari kebahagian dan sakinah, insan bukan sekadar berilmu, tetapi hendaklah mengikhlaskan diri kepada Allah, menyerah dan bergantung kepadaNya. Apabila jiwa bersih dari sebarang unsur syirik, apabila ditanggalkan dari nurani ini kebesaran dan pergantungan kepada makhluk, ditempatkan hakikat tawakal kepada Allah, apabila insan sentiasa berdoa; rintihan, harapan, rayuan, esakan dan tangisan kepada Allah, dilontar jauh segala perharapan jiwa kepada selainNya, maka insan akan menemui hakikat kenikmatan hidup.
bahgia.jpg
Apabila zahir dalam kehidupannya apa yang dia sering kita ungkapkan dalam Surah al-Fatihah: “Hanya Engkau kami sembah dan hanya Engkau kami mohon pertolongan”, maka zahir keyakinan hidup dan kenikmatan yang tiada bertebing bagi sebuah diari yang singkat ini. Moga kenikmatan yang lebih besar di akhirat menanti. Apabila zahir hakikat ini dalam hidup, lahirlah kehidupan yang berprinsip, dibukakan laluan kehidupan dan sentiasa dibimbing dalam menuju garis penamat riwayat dunia ini. Lahirlah insan soleh yang kakinya memijak bumi, jiwanya bergantung pada Allah. Lahirlah insan soleh yang siangnya bagaikan perwira yang tangkas, namun dalam kesunyian malam dia adalah hamba yang kusyuk dan penuh sendu dan tangis merintih dan merayu kepada Allah Yang Esa.
Apabila sakinah itu Allah berikan dalam kehidupan seseorang, segala rintangan amat kecil kerana dia sedang bersandar kepada yang Maha Agung dan Maha Besar. Kata al-Imam Ibn al-Qayyim:
“Sakinah: ketenteraman dan ketenangan hati nurani. Asalnya dalam hati nurani dan zahir kesannya pada anggota” ( Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Tibb al-Qulub 237. Damsyik: Dar al-Qalam).
Demikian sakinah itu hadir dalam jiwa Nabi Ibrahim a.s. ketika dia dilontarkan ke dalam api, hadir dalam jiwa Nabi Musa a.s. ketika dia dikepung oleh Firaun. Demikian kepada sekelian para nabi, terutama nabi kita Muhammad s.a.w. Firman Allah (maksudnya):
“Kalau kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya Allah telahpun menolongnya, iaitu ketika kaum kafir (di Makkah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua (Abu Bakar) semasa mereka berlindung dalam sebuah gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan sakinah ke atasnya (Nabi s.a.w) dan menguatkannya dengan bantuan tentera yang kamu tidak melihatnya. Dan Allah menjadikan seruan (syirik) orang-orang kafir terkebawah (hina), dan kalimah Allah (Islam) itulah yang tertinggikerana Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana” (Surah al-Taubah, 40).
Demikian sakinah diturunkan ke dalam hati nurani mereka yang beriman dalam kalangan sahabah Nabi s.a.w yang berjuang pada jalan Allah dan menghadapi cabaran. Firman Allah: (maksudnya)
“Dialah Yang menurunkan sakinah ke dalam hati nurani orang-orang yang beriman (semasa mereka marah terhadap angkara musuh) supaya bertambah iman beserta iman mereka yang sedia ada; dan Allah mempunyai tentera langit dan bumi (untuk menolong mereka); dan Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana”. (Surah al-Fath, 4).
Apabila sakinah itu turun ke dalam jiwa mukmin, tindakan dan bicara mereka melambangkan tindakan dan bicara insan yang berprinsip dan matang. Berbeza dengan musuh atau pihak yang tiada sakinah dalam bicara dan tindakan mereka. Allah menyebut hal ini: (maksudnya)
“Ketika orang-orang yang kafir itu menimbulkan perasaan sombong angkuh yang ada dalam jantung hati mereka -perasaan sombong angkuh secara jahiliyah-, lalu Allah menurunkan sakinah kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, serta meminta mereka tetap berpegang kepada “kalimah Taqwa”, sedang mereka (di sisi Allah) adalah orang-orang yang sangat berhak dengan kalimah itu serta menjadi ahlinya. dan (ingatlah), Allah itu Maha mengetahui akan tiap-tiap sesuatu” (Surah al-Fath, 26).
Itulah sakinah yang telah Allah turunkan kepada para nabi a.s. dan kepada golongan mukminan yang berjuang mendapatkan redha Allah.
Maka, dalam menelusuri hidup yang mencabar, di zaman yang penuh fitnah ini, tiada yang dapat mententeramkan jiwa kecuali bila Allah menurunkan kebahagiaan dari sisiNya kepada kita. Kata Ibn al-Qayyim dalam Tibb al-Qulub sebab yang membawa seorang kepada sakinah ialah perasaan perdampingan (muraqabah) dengan Allah seakan dia melihat Allah. Apabila perasaan itu bertambah, maka bertambahlah rasa cinta, tunduk, kusyuk, takut dan harap kepadaNya.
Kita mungkin tidak dapat menyelak cabaran dan ujian dalam hidup. Manusia yang zalim dan jahat mungkin cuba merampas pelbagai hak kita dalam kehidupan, namun mereka tidak akan dapat merampas kebahagian dalam jiwa kita kerana sakinah adalah kurniaan Allah yang diturunkan dalam jiwa mukmin. Kita mungkin tidak dapat bersaingan dengan orang lain di sudut kekayaan dunia dan kenikmatannya, tetapi kita sentiasa berpeluang mendapat sakinah jika memohon dan mencarinya di sisi Allah.

terang nama untuk adik aku, Nadziratul Zakiah.

 

Soalan: Saya mudah kecewa. Apabila saya doa, saya rasa doa saya Allah tidak akan terima. Saya dah minta doa macam-macam, tapi banyak benda yang minta itu tak berlaku seperti yang diminta. Kadang-kadang sehingga saya rasa macam tidak larat hendak berdoa. Tolonglah saya Dr!

Wardini, Kuala Kangsar.

Jawapan Dr MAZA:

Saudari, semoga Allah merahmati kita semua. Untuk menjawab kemusykilan saudari itu, saya nyatakan seperti berikut:
1. Doa adalah permohonan kepada Allah. Allah ialah Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mencipta. Apabila seseorang berdoa kepadaNya, hendaklah ia dilakukan dengan penuh perasaan merendah diri, kekusyukan jiwa, harapan dan pergantungan yang mutlak diserahkan kepadaNya.
Ramai orang berdoa, tetapi tidak ramai pula yang jiwanya ketika berdoa itu jiwa merendah, penuh tunduk dan khusyuk kepada Allah. Kebanyakan doa diungkapkan dengan jiwa yang hambar sedangkan Allah memerintahkan: (maksudnya)
“Berdoalah kepada Tuhan kamu dengan merendah diri dan (dengan suara) yang perlahan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas”. (Surah al-‘Araf, 55).
Jika kita dapat menjadikan jiwa kita ini begitu beradab, merendah, khusyuk dan penuh pengharapan kepada Allah, kita menghampiri pintu kemakbulan.
2. Bersangka buruk kepada Allah seperti menganggap Allah tidak akan terima doa adalah perasaan yang salah dan perlu dibaiki. Bagaimana mungkin Allah menolak doa, sedangkan Dia yang memerintahkan kita berdoa kepadaNya. Firman Allah:
(maksudnya): “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): Sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir. Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu. Maka hendaklah mereka menyahut seruanKu (dengan mematuhi perintahKu), dan hendaklah mereka beriman kepadaKu supaya mereka mendapat petunjuk (Surah al-Baqarah, 186).
FirmanNya juga: (maksudnya)
“Dan Tuhan kamu berfirman: Berdoalah kamu kepadaKu nescaya Aku perkenankan doa permohonan kamu”. (Surah Ghafir, 60).
Doa yang dilakukan dengan penuh penghayatan pasti diterima Allah. Itulah jaminan Allah sendiri.
3. Maka seseorang hamba yang berdoa hendaklah dia penuh dengan keyakinan bahawa Allah akan memakbulkan doanya. Hanya jiwa yang tidak khusyuk ketika berdoa sahaja yang ragu-ragu terhadap penerimaan Allah. Sabda Nabi s.a.w:
“Berdoalah kamu kepada Allah dalam keadaan kamu yakin dengan kemustajabannya. Ketahuilah sesungguhnya Allah tidak menerima doa dari jantung hati yang lalai dan alpa” (Riwayat al-Tirmizi, dinilai sahih oleh al-Albani).
4. Namun, waktu dan ketika yang dipilih oleh Allah untuk sesuatu doa itu diperkenankan, hanya dalam ilmu Allah. Kadang-kala dilewatkan atas hikmah yang Dia Maha Mengetahui, dan insan yang berdoa juga biasanya akan tersingkap hikmah tersebut apabila tiba masanya. Sehingga apabila tiba waktu doa itu ditunaikan Allah, baru kita akan merasa betapa beruntungnya kemustajaban itu hadir pada waktu tersebut. Maka jangan putus asa dalam berdoa. Sabda Nabi s.a.w :
« Sentiasa doa dimustajabkan untuk seorang hamba Allah selagi mana dia tidak berdoa untuk membuat sesuatu dosa, atau memutuskan silaturrahim, selagi dia tidak tergopah-gapah ». Ditanya baginda : « Apa itu tergopoh-gapah ? ». Sabda baginda : «Apabila dia berkata : aku telah pun berdoa ! aku telah pun berdoa !, tetapi aku tidak nampak pun dimustajabkan untukku, lalu dia berhenti ketika itu dan meninggalkan doa » (Riwayat Muslim).
5. Cara bagaimana Allah memustajabkan sesuatu pengharapan atau doa hamba itu juga berbeza-beza. Mungkin tidak seperti jalan yang disangka hamba yang berdoa itu, tetapi Allah sesuatu yang lain yang lebih baik untuknya. Umpamanya, mungkin seorang hamba meminta kekayaan yang besar atas andaian dengan kekayaan itu maka dia akan bahagia.
Namun Allah mengetahui tentang hal hamba tersebut yang mana kekayaan besar boleh memudaratkan iman atau persekitarannya yang lain. Allah mungkin menggantikan kekayaan yang besar itu dengan rezeki yang mencukupi, kesihatan yang baik, anak-anak yang soleh dan keluarga yang bahagia. Kesemua itu membawanya mencapai ketenangan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Maka insan hendaklah jangan cepat menyatakan doanya tidak diterima, sebaliknya hendaklah dia sentiasa menyemak dan menilai segala kurnia Allah yang ada di sekelilingnya. Kemustajaban doa itu berlaku dalam berbagai bentuk. Sehingga ada yang Allah tangguhkan apa yang diminta itu ke hari akhirat, kerana Allah mengetahui bahawa di saat itu insan tersebut lebih memerlukan apa yang diminta tersebut. Sabda Nabi s.a.w :
« “Tiada seorang muslim yang berdoa dengan suatu doa yang tiada dalamnya dosa, atau memutuskan silaturahim melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: samada disegerakan kemakbulan, atau disimpan untuk diberikan pada hari akhirat, ataupun dijauhkan keburukan yang sepadan dengannya”. (Riwayat Ahmad, Al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad yang sahih).
6. Doa tidak sia-sia. Doa adalah lambang pengabdian diri seorang hamba Allah kepada Allah Yang Maha Agung. Sebab itulah berdoa kepada selain Allah, sekalipun memohon kemustajaban dari nabi atau wali adalah dianggap sebagai syrik. Sementara berdoa kepada Allah adalah ibadah. Ertinya, jika seorang hamba itu berdoa selama sejam, dia sebenarnya sedang beribadah selama sejam. Jika dia berdoa sepanjang malam, bererti dia beribadah sepanjang malam. Sabda Nabi s.a.w :
“Doa itu adalah ibadah” (Riwayat Abu Daud dan al-Tirmizi, dinilai sahih oleh al-Albani).
Adapun berdoa selain Allah pula adalah syirik dan memusuhi penyerunya pada hari Kiamat kelak. Firman Allah: (maksudnya):
“Dan tiada yang lebih sesat dari orang yang menyeru selain Allah, yang tidak dapat menyahut seruannya sehinggalah ke hari kiamat, sedang mereka (makhluk-makhluk yang mereka sembah itu) tidak dapat menyedari permohonan tersebut. Dan apabila manusia dihimpunkan (pada hari akhirat), segala yang disembah itu menjadi musuh (kepada orang-orang yang menyembahnya) dan membantah mereka” (Surah al-Ahqaf, 5-6).
7. Kehidupan ini mempunyai rahsianya yang tersendiri. Banyak perkara yang kita rasa pahit dan membencinya pada masa tertentu padahal ia manis pada masa yang lain. Banyak perkara yang kita rasa baik, ia buruk apabila berubah masa dan keadaan. Allah Maha Mengetahui apa yang bakal terjadi, apa yang sedang dan telah terjadi. Kita selalu tergopah-gapah menilai sesuatu keadaan. Sehingga kadang-kala kita berdoa hendak sesuatu, sedang Allah mengetahui ia tidak baik untuk kita. Allah menggantikan dengan perkara lain, kita mungkin tidak perasan atau sedar.
Seseorang mungkin merasakan doa yang dikehendaki belum Allah mustajabkan, tetapi dia terlupa apa yang sedang dinikmatinya itu sudah mencapai harapannya. Maka, janganlah cepat kita berputus asa dengan rahmat Allah dan terus menghukum bahawa doa kita belum dimustajabkan.
8. Dukacita dan keperitan hidup menghapuskan dosa dan menaikkan darjat seseorang di sisi Allah. Ia juga membawa insan membanyakkan doa. Dalam detik menunggu kemustajaban doa, ramai yang kembali menjadi soleh, tunduk, tawaduk dan membanyakkan ibadah. Penangguhan doa mempunyai berbagai hikmah dalam kehidupan muslim. Dunia ini amat kerdil dan tidak dibandingkan dengan akhirat. Doa merupakan amalan yang membawa kebahagian insan di akhirat. Menanti kemustajaban doa dengan iman dan penuh tawakal merupakan tempoh yang menyebabkan banyak insan kembali menemui jalan Allah yang hakiki.
9. Marilah kita teruskan doa, baiki diri dan nilailah apa yang telah berikan kepada kita dalam kehidupan hari ini. Keperitan hari ini, mungkin kemanisan hari esok. Kemanisan hari ini, belum tentu kenikmatan hari esok. Maka, sentiasa bertawakal kepada Allah dan jangan putus asa berdoa kepadaNya

egonyeee,?!!

Tanda-tanda Ego



Suatu zaman yang tersangat dahulu, tatkala diperintah untuk sujud pada Adam, syaitan berkata "What? Sujud pada Adam? Sorry le. Patutnya dia yang kena sujud pada aku coz aku lebih senior! Aku lebih mulia dari dia! Aku dari api sedangkan dia hanya dari tanah!!!"

BAPA orang-orang ego ialah syaitan. Timbulnya ego berpunca dari sifat-sifat ke'aku'an, iaitu bila terasa diri lebih 'best' dari orang lain. Mula-mula ego dengan manusia, kemudian ego dengan Tuhan. Itulah perangai syaitan. Syaitan juga mencipta sejarah sebagai makhluk pertama yang berputus asa dari rahmat ALLAH. Begitulah secara ringkas sejarah penyakit ego ini.

Berikut adalah di antara tanda-tanda ego. Marilah kita selidik-selidik diri kita, kot-kot kita tergolong dalam golongan orang ego. Rasulullah S.A.W. pernah bersabda;
 

"Tidak akan masuk Syurga seseorang yang di dalam hatinya masih terdapat satu zarah dari sifat sombong." - Hadis Riwayat Muslim.


Antara tanda-tanda ego.

1. Apabila diberi jawatan terasa seronok dan terhibur. Rasa diri memang layak untuk mendapat jawatan.

2. Apabila tidak dilantik, rasa tidak senang. Tidak mahu terima kepimpinan yang telah ditunjuk.

3. Kalau dia seorang pemimpin, arahannya kepada anak buah.

4. Kalau dia merupakan seorang pengikut, payah mahu taat kepada arahan pemimpin.

5. Emosional, mudah tersinggung.

6. Mudah marah, cepat melenting.

7. Suka berkawan dengan orang yang lebih kekurangan dari dirinya dengan niat supaya beliau nampak lebih tertonjol.

8. Payah mahu menerima pandangan orang lain.

9. Dalam sesuatu majlis tidak senang kalau orang lain memberi pandangan.

10.Dalam sesuatu majlis suka memotong cakap orang lain.

11.Suka hanya pandangannya sahaja yang diterima.

12.Tidak senang atas kemajuan yang tercetus di tangan orang lain.

13.Bercakap selalunya dengan suara tinggi. Tak boleh dicabar, pasti akan mencabar.

14.Tidak berdoa selepas menunaikan solat, sekalipun sebentar.

15.Sengaja melewat-lewatkan sembahyang tanpa uzur yang syarie.

Itulah antara tanda-tanda ego. Amacam? Ada tak sifat sombong dan ego pada diri kita? Kalau tak ade syukur le... kalau ada baiklah bertaubat segera... sebelum syaitan mengaku kita nie suku-sakat dia.


Salam Ukhuwah..~

Antara Sifat-Sifat Kasih Sayang Rasulullah S.A.W


Assalamualaikum.



Kisah hidup Rasulullah SAW yang menunjukkan betapa tingginya sifat kasih sayang baginda.

1. Pernah seorang Arab Badwi menarik dengan begitu kasar jubah buatan Najran yang kasar kainnya, yang dipakai oleh Rasulullah SAW hingga berbekas leher baginda. Tetapi Rasulullah SAW tidak marah, malah menghadiahkan jubah itu kepada Arab Badwi tersebut.

2. Seorang wanita tua selalu menyakiti Rasulullah SAW dengan meletakkan duri, najis dan lain-lain halangan di jalan yang selalu dilalui oleh Rasulullah SAW. Namun Rasulullah SAW tidak bertindak balas. Pada satu ketika apabila wanita itu sakit, Rasulullah SAW menziarahi dan menunjukkan kasih sayang terhadapnya. Wanita tua itu terharu dengan kebaikan Rasulullah, lantas memeluk Islam di tangan baginda.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV0HisWeVojgqELRRlND8XHF4e2uYz1KOCSQJAwXKXGPNF1Gg4gcuG8Dgm0Ez3g1i2bZoybYZ3ZfWm14_loRNM7wP5PmgK6oC320z618Ig7Ff6ffR1BuNAKPUthdMkl29Is_ld9KsEK0zq/s320/kasih+sayang.jpg

3. Rasulullah SAW pernah dilihat oleh para Sahabatnya mencium anak kecil, lantas seorang Sahabat menegurnya, “Engkau mencium anak kecil, ya Rasulullah?” Kerana pada sangkaannya Rasulullah tidak pernah mencium anak kecil. Baginda mengiyakan lantas bersabda, “Barang siapa tidak mengasihi, dia tidak akan dikasihi.”

4. Rasulullah SAW sangat mengasihi Sahabat-sahabatnya. Jika seorang Sahabat sudah dua tiga hari tidak kelihatan, baginda akan bertanya, “Ke mana perginya si polan si polan itu…”

5. Jika ada orang yang meminta tolong pada Rasulullah SAW, tidak pernah baginda tidak menunaikannya. Baginda sangat prihatin dan amat mengambil berat kesusahan orang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menunaikan satu hajat saudaranya, akan ALLAH tunai 70 hajatnya.”

6. Pernah satu ketika seorang Arab Badwi kencing di satu sudut dalam Masjid Nabi. Ada di antara para Sahabat marah kerana sikap tidak beradab itu. Tetapi Rasulullah SAW tetap tenang dan berkata, “Biarkan dia menyelesaikan hajatnya…” Setelah lelaki tersebut selesai, Rasulullah SAW sendiri membasuh najis itu dan kemudiannya barulah memberitahu Arab Badwi tersebut adab-adab di dalam masjid.

7. Ketika Rasulullah SAW berdakwah dengan anak angkatnya Zaid bin Harisah di Thaif, baginda telah dibaling dengan batu oleh kanak-kanak dan pemuda-pemuda nakal yang disuruh berbuat begitu oleh penduduk kota tersebut. Akibatnya, lutut Rasululah SAW telah berdarah. Melihat penganiayaan itu, malaikat sangat marah sehingga menawarkan untuk menghempap penduduk Thaif dengan bukit-bukit sekitar bandar itu. Tetapi Rasulullah SAW menolaknya dan berkata, “Jangan, mereka tidak tahu saya ini rasul-Nya.” Malaikat menjawab: “Tuan benar.” Selepas itu baginda terus berdoa untuk penduduk Thaif: “Ya ALLAH berilah petunjuk bagi kaumku, mereka tidak mengetahui.”

8. Pernah seorang Sahabat duduk secara menghimpit paha atas paha dengan Rasulullah SAW. Baginda membiarkannya sahaja untuk menjaga hati Sahabat tersebut supaya tidak menganggap yang Rasulullah SAW tidak sudi duduk bersamanya.

9. Sewaktu hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW telah dikejar dengan kuda oleh seorang bernama Suraqah yang bercita-cita merebut hadiah yang ditawarkan oleh kafir Quraisy Makkah jika berjaya membunuh Rasulullah SAW. Setiap kali kuda Suraqah mendekati Rasulullah SAW, setiap kali itulah kudanya tersungkur jatuh. Rasulullah SAW tidak bertindak apa-apa. Rasulullah memaafkannya. Akhirnya Suraqah menyerah dan berjanji tidak akan cuba membunuh Rasulullah SAW lagi.

10. Satu ketika seorang musuh bernama Da`thur mendapati Rasulullah SAW sedang berehat di satu batu. Dia terus melompat dan meletakkan pedangnya di leher Rasulullah SAW dan berkata, “Siapa yang akan menyelamatkan nyawa kamu dan tanganku?”

Rasulullah SAW spontan menjawab, “ALLAH!”

Mendengar jawapan Rasulullah itu, Da`thur menggeletar hingga pedangnya jatuh daripada tangan.
Rasulullah SAW mengambil pedang itu dan bertanya, “Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kamu dari tanganku?”

Da`thur tergamam dan menjawab, “Tiada siapa.”
Akhirnya Rasulullah SAW memaafkan Da`thur. Melihat kasih sayang yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW itu, Da`thur pun mengucap dua kalimah syahadah (masuk Islam).

WALLAHUALAM

siapa kita tanpa Allah.


Sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup ini?

Ada yang menjawab harta, wang ringgit, kebahagiaan, keluarga yang bahagia, kawan yang ramai dan sebagainya.

Namun, walaupun semuanya ada digenggaman, ada kalanya kita merasa resah.

Walau acap kali kita merasa terlalu bahagia seperti dunia ini kita yang punya, rasa gelisah tetap juga mengusik jiwa... tidak tahu apa puncanya...

Kenapa ada waktu kita resah dan ada waktu pula kita merasa bahagia?

Cuba sahabat-sahabat meletakkan tangan ke dada dan rasa degupan jantung serta sebutlah Astaghfirullahal 'Adzim dengan rendah hati.... apa yang sahabat rasa?
Seakan wujud satu rasa keinsafan dan kesedihan bukan?
Sedih itu bukan bererti kita sedih meratapi tetapi sebenarnya ketenangan yang abadi hinggap di hati apabila kita mengingati Allah.

Cuba sahabat-sahabat tunduk, merasakan diri ini lemah di hadapan Allah.
Mata yang melihat ini anugerah Allah, tangan yang bergerak ini kepunyaan Allah, kaki yang berjalan ini milik Allah... apa yang sahabat rasa?
Pastinya timbul rasa kerendahan hati di hadapan Allah bukan? 
Dan tidak semena-mena perasaan resah gelisah yang tidak tahu puncanya itu hilang sedikit demi sedikit...

Pada waktu kita merasakan terlalu sedih, hina dan tidak berdaya, kita cuba menyebut Astaghfirullahal 'Adzim...

Mengenang kembali dosa-dosa yang terdahulu seterusnya memohon ampun kepada Allah dengan bersungguh-sungguh. Adakalanya kita merasakan diri kita bebas dari dosa, seolah-olah sepanjang hidup kita tidak pernah melakukan dosa.

Apakah maksud perasaan itu?

Ia bermaksud kita sombong di hadapan Allah. Kita merasakan diri kita sudah terlepas dari azab seksa atas usaha kita sendiri; bukan atas belas ehsan dari Allah SWT.

Ingatkah sahabat pada kisah seorang ahli ibadah ketika dia ingin dimasukkan ke dalam syurga?

Dia bertanya kepada Allah : "Mengapakah aku dimasukkan ke syurga?"

Lantas Allah menjawab, "Kerana rahmat-Ku engkau masuk ke syurga"

Lelaki itu membalas,  "Tidak, aku mahu masuk ke syurga kerana ibadahku yang banyak." 

Lalu Allah lemparkannya ke neraka kerana kesombongannya di hadapan Allah.

Kadangkala kita berasa diri kita kosong, tanpa ada sebab yang kukuh.
Sehingga kita tertanya-tanya apa sebenarnya yang kita telah lakukan sebentar tadi sehingga kita terasa sebegitu kosong.
Ini kerana kita belum temui lagi kebahagiaan dan ketenangan yang sebenar.
Kita lupa apa tujuan kita hidup iaitu untuk beribadah kepada Allah.

Apa sahaja yang kita rasa samada bahagia atau sengsara, kuncinya adalah dengan kembali kepada Allah.
Akhirnya kita akan temui apa yang kita cari selama ini apabila hati kita diikat pada tali Allah.
Kita memerlukan Allah dalam hidup kita sedangkan Allah tidak memerlukan sesiapa...

Siapa kita tanpa Tuhan yang mencipta... di mana kita layaknya jika Allah tiada di hati?
Cuba renung-renungkan…!!

Berulang Ulang Melakukan DOSA & TAUBAT...



Diriwayatkan oleh Thabrani:
“Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW lalu bertanya:
“Ya Rasulullah, salah seorang dari kami berdosa.
Bersabda Rasulullah: dituliskan dosanya.
Berkata orang itu: Lalu orang yang berdosa itu minta ampun atas dosa itu dan taubat.
Bersabda Rasulullah: Allah ampuni dosanya dan di beri taubat.
Berkata orang itu: Lalu orang itu kembali berbuat dosa
Bersabda Rasulullah: Dituliskan dosanya
Berkata orang itu: Lalu orang berdosa itu kembali minta ampun dan taubat atas dosanya itu.
Bersabda Rasulullah: Allah ampuni dan beri taubat baginya, dan tidaklah Allah bosan memberi ampunan dan taubat selama orang itu tidak bosan minta ampun dan taubat “ 

Taubat Dosa. MASIHKAH ADA TAUBAT BAGI DOSA YANG BERULANG?




berdoa3.jpg

Setiapkali merasakan diri tergelincir melakukan kesalahan, bersegeralah memperbaiki diri dan menebus kesalahan. Jangan biarkan bertimbun kesalahan sehinggakan terPERANGKAP dalam DOSA yang SUKAR diBERSIHKAN... ALLAH Taala Maha Pengampun


Soalan: Prof Madya Dr MAZA, saya seorang pemuda dan sering melakukan dosa. Sudah berulang kali saya bertaubat. Tapi kemudian saya tidak mampu kawal diri, saya buat lagi. Sudah berapa kali saya taubat sehingga saya rasa Allah sudah tidak mahu terima lagi taubat saya. Adakah taubat saya palsu? Adakah saya bohong Allah? Saya terus hanyut dengan perbuatan saya sendiri. Saya hendak taubat lagi, tapi rasa macam Allah dah tidak terima, atau takut saya sendiri ulang lagi. Boleh tak Dr berikan nasihat kepada saya?
Ahmad Hafiz, Kuantan.
baca lagi & jawapan Dr MAZA, KLIK TAJUK ENTRI NI....
Jawapan Dr MAZA: Saudara, perasaan kesal atau keinsafan yang ada dalam jiwa saudara –alhamdulillah- menandakan bahawa cahaya iman itu masih kuat dalam diri saudara. Semoga kita semua selalu dibimbing Allah ke jalanNya yang lurus. Untuk soalan saudara maka saya jawab seperti berikut;
1. Secara umumnya taubat bermaksud kekesalan dan keinsafan terhadap dosa yang dilakukan, lalu memohon keampunan Allah dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Ini berdasarkan firman Allah: maksudnya:
“Dan mereka yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah lalu memohon ampun dosa-dosa mereka – dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah -, dan mereka juga tidak meneruskan (perbuatan buruk) yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya). Orang-orang yang demikian sifatnya, balasannya adalah keampunan dari Tuhan mereka, dan syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan (bagi) mereka yang beramal” (Surah Ali ‘Imran: 135-136).
Maka, asalnya taubat itu di samping keinsafan dan memohon keampunan, ia juga adalah azam untuk tidak mengulanginya.
2. Keikhlasan atau kesungguhan seseorang yang bertaubat itu hanya diketahui oleh Allah dan dirinya sendiri. Ketika dia bertaubat, jika ia lahir dari keikhlasan maka perasaan khusyuk, duka, insaf, mengharapkan keampunan Allah akan menyelinap masuk ke dalam setiap pelusuk jiwanya. Airmata keinsafan antara bukti kejujuran insan yang menyesal dan mengharapkan keampunan. Keinginan untuk berada dalam keampunan itu akan membawanya kepada azam untuk tidak mengulangi dosa. Jika taubat seperti itu berlaku, maka itu adalah taubat yang nasuha atau yang ikhlas. Ia diterima Allah.
Sekalipun kemungkinan selepas itu, atas kelemahan diri dan kecuaian, hamba yang bartaubat tadi tergelincir sekali lagi ke dalam dosa yang sama. Jika, dia ikhlas pada taubatnya yang awal, Allah Maha Mengetahuinya dan insyaAllah akan mengampuni dosanya yang awal, juga dosa kemudian jika dia terus bertaubat lagi.
3. Taubat yang sebenar bukan satu perkara yang boleh dibuat-buat. Ia bukan satu lakonan. Perasaan keinsafan yang hadir dalam jiwa seorang hamba bukannya perkara yang diada-adakan. Ia adalah cahaya iman yang lahir dari kekudusan jiwa yang mengakui kebesaran Allah dan takutkan dosa. Apabila perasaan kerohanian itu wujud, maka seorang hamba pun bertaubat dengan penuh insaf dan nekad untuk tidak mengulangi. Siapakah yang mengetahui kewujudan perasaan itu dalam sesuatu jiwa? Sudah pasti hanya Allah dan insan yang bertaubat itu sendiri. Jika keadaan yang disebutkan itu berlaku, insan itu sebenarnya telah benar-benar bertaubat.
4. Insan atau anak Adam itu ada kelemahannya. Kadang-kala dia terjatuh lagi dalam kesalahan setelah bertaubat dengan bersungguh-sungguh. Ini seperti yang dijelaskan- kegelinciran kedua atau ketiga dan seterusnya tidaklah bererti dia tidak ikhlas dalam taubatnya yang sebelum itu. Namun, kelemahannya menyebabkan dia berulang kali jatuh ke dalam dosa, sekalipun telah benar-benar insaf sebelumnya. Maka, jika hal ini berlaku dia hendaklah mengulangi taubat dan jangan berputus asa. Syaitan akan membisikkan perasaan putus asa dalam jiwa, sedangkan Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penerima taubat.
5. Hal ini dijelaskan oleh Nabi s.a.w dalam hadis baginda:
“Seorang telah melakukan satu dosa, lalu dia berkata: Wahai Tuhanku ampunilah dosaku. Lalu Allah azza wa jalla berfirman: HambaKu melakukan dosa dan dia mengetahui bahawa baginya tuhan yang boleh mengampun dan menghukumnya –dalam riwayat yang lain ditambah: Aku ampunkan dosanya-. Kemudian dia kembali melakukan dosa yang lain, dia berkata: Wahai Tuhanku aku telah melakukan dosa ampunilah dosaku. Lalu Allah berfirman: HambaKu melakukan dan dia mengetahui bahawa baginya tuhan yang boleh mengampun dan menghukumnya–dalam riwayat yang lain ditambah: aku ampunkan dosanya-. Lalu dia melakukan dosa sekali lagi, dia berkata: wahai Tuhanku aku telah melakukan dosa ampunilah dosaku. Lalu Allah berfirman: HambaKu melakukan dan dia mengetahui bahawa baginya tuhan yang boleh mengampun dan menghukumnya, maka aku ampunkan hambaKu ini, buatlah apa yang kau mahu aku ampunkan engkau”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
6. Dari hadis di atas menggambarkan, selagi seseorang hamba Allah menyesal dan insaf, sekalipun telah berulang dosa, Allah Yang Maha Pengampun tetap mengampuninya. Namun, hendaklah kita berhati-hati kerana waktu kematian tidak pasti. Orang yang bertaubat dan berjaya mengawal dirinya tentulah lebih baik dari yang gagal mengawal diri. Tidak mustahil ketika dia gagal mengawal diri itu, kematian menjemputnya pergi.
7. Apapun, pintu taubat dalam Islam ini sentiasa terbuka. Tidak kira besar mana pun dosa, berapa kali ia mengulanginya. Insan jangan berputus asa dari rahmat Allah. Firman Allah: (maksudnya):
“Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan-perbuatan maksiat), janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, kerana sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa; sesungguhnya Dia lah jua Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah az-Zumar: 53).
Putus asa dari rahmat Allah adalah bisikan syaitan yang enggan melihat hamba-hamba Allah kembali kepada Allah.
8. Antara cara untuk memboleh kita istiqamah dengan taubat kita ialah memohon pertolongan Allah agar kita tetap atas jalan hidayah. Al-Quran mengajar kita doa: (maksudnya)
“Wahai Tuhan kami! janganlah Engkau memesongkan hati kami sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan kurniakanlah kepada Kami limpah rahmat dari sisiMu; Sesungguhnya Engkau jualah Tuhan Yang melimpah-limpah pemberianNya” (Surah Ali ‘Imran: 8).
Nabi s.a.w pula selalu membanyakkan doa:
“Wahai Yang Membolak-balikkan jantung hati (Allah)! Tetapkan daku atas agamuMu” (Riwayat al-Tirmizi, Ahmad, Ibn Abi ‘Asim- dinilai sahih).
9. Juga, antara langkah mengekalkan dalam kebaikan adalah dengan mendampingi mereka yang baik dan soleh. Teman yang baik dan mahukan kebaikan akan membawa kita berterusan dalam kebaikan. Begitulah sebaliknya. Firman Allah: (maksudnya)
“dan jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat dengan orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang, yang mengharapkan keredaanNya semata-mata; dan janganlah engkau memalingkan pandanganmu daripada mereka hanya kerana engkau mahukan kesenangan hidup di dunia; dan janganlah engkau mematuhi orang yang Kami ketahui jantung hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami, serta dia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran”. (Surah al-Kahfi: 28).
Hiduplah dalam lingkungan teman-teman yang selalu berpesan-pesan kepada kebenaran dan kesabaran.
10. Maka, diingatkan jangan kita berputus asa dari rahmat Allah, dan jangan kita jadikan orang lain berputus asa dari rahmat Allah. Insan mempunyai peluang bertaubat sehingga nyawa ke halkumnya. Sabda Nabi:
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selagi nyawa belum sampai ke halkumnya” (Riwayat al-Tirmizi, dinilai hasan oleh al-Albani).

99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman


Berikut adalah 99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman :
01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala
amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;